Tanggal 6 Juli 2024 bertepatan 1 Muharram 1446 Hijriah, umat Islam di dunia merayakan peralihan tahun Hijriah. Meskipun terdapat perbedaan awal tahun di sejumlah tempat karena perbedaan penetapan awal tahun, tetapi umat Islam merayakan awal tahun dengan gegap gempita―tidak seperti penetapan awal Ramadan dan Lebaran yang terkadang memunculkan diskusi dikotomis.
Pawai obor dan salawat bersama tetap tergelar di sudut-sudut jalan desa dan alun-alun kota, pembacaan doa awal tahun terdengar di pesantren dan masjid/musala. Amalan-amalan khusus di awal tahun seperti meminum susu tetap dilakukan terlepas dari kepastian awal tahun Hijriah. Fenomena tersebut menunjukkan bahwa perbedaan tidak melulu melahirkan perpecahan asalkan memiliki tujuan yang baik dan memberikan kesenangan ruhaniah bagi umat Islam.
Kesalahpahaman atau perbedaan memaknai penetapan awal tahun Hijriah juga terjadi pada penetapan bulan Muharram sebagai bulan awal tahun. Sebagian kelompok mengasosiasikan penetapan bulan Muharram sebagai penanda awal tahun karena terdapat peristiwa hijrah Nabi Muhammad dari Makkah ke Madinah. Kesalahan tersebut mungkin berasal dari pemaknaan secara leksikal dalam kata Hijriah dengan hijrah Rasulullah yang secara sederhana menghubungkan dua kata tersebut karena sintaksis yang sama dari akar kata hajara. Singkatnya, berawal dari kesalahan secara leksikal inilah yang kemudian mengubah konstruksi sejarahnya.
Asal-usul Kalender Hijriah
Dalam sejarahnya, penetapan Hijriah tidak terlepas dari ide cemerlang ‘Umar bin Khattāb. Sekitar tahun 638 M, ‘Umar bin Khattāb mengadakan pertemuan dengan mengumpulkan sejumlah para sahabat untuk bermusyawarah menentukan tahun kalender Islam. Dalam diskusi tersebut, terdapat beberapa usulan penetapan awal kalender Islam yakni hari kelahiran Nabi Muhammad SAW, dan terakhir hari wafatnya Nabi Muhammad SAW.
Usulan hari kelahiran Nabi Muhammad sebagai awal kalender Islam mendapat penolakan karena kekhawatiran pengultusan berlebihan terhadap Nabi Muhammad SAW seperti yang terjadi dalam tradisi Kristen dalam pengultusan Isa. Usulan kedua pun ditolak karena ditakutkan umat Islam merasa sedih setiap tahun baru. Sehingga peristiwa hijrah Nabi Muhammad dari Makah ke Madinah menjadi peristiwa yang layak menjadi awal kalender Islam. Kendati demikian, penting untuk dicatat bahwa Muharram bukanlah bulan peristiwa hijrah Rasulullah dari kota Mekah ke Madinah.
Menurut Darul Iftā’ Mesir, naskah sejarah paling akurat menjelaskan peristiwa hijrah terjadi di bulan Rabi’ul Awal. Dalam hal ini, ‘Umar bin Khattāb menjadikan Muharram sebagai awal tahun dalam kalender Islam didasarkan pada pertimbangan esoterik yaitu Muharram merupakan bulan setelah bulan haji di mana orang-orang yang melaksanakan ibadah haji telah Allah ampuni dosa mereka sehingga mereka memulai kehidupan baru dengan motivasi dan keikhlasan baru. Tentu kesalahpahaman memahami awal tahun Hijriah bukanlah sesuatu yang dapat menciderai esensi nilai keislaman selama hal itu tidak mengurangi nilai-nilai esoterik tersebut dalam menjalani kehidupan tahun baru.
Tadabbur Umur 1446 Tahun Islam
1446 tahun lalu, perjalanan Rasulullah dari Makkah ke Madinah menandai “lompatan kuantum” yang menegaskan identitas Islam sebagai agama yang toleran dan moderat. Peristiwa tersebut menjadi fase yang disebut Hassan Hanafi sebagai fase akidah menuju syariat (min al-‘aqīdah ilā syarī’ah) yang menggambarkan pribadi Rasulullah sebagai pemimpin yang toleran terhadap penganut agama lain (Min al-‘Aqīdah ilā ats-Tsaurah, Juz 1, 2007).
“Piagam Madinah menjadi produk sejarah yang menampilkan sistem demokrasi di tengah lembah Arab yang dinilai oleh Robert N. Bellah “terlalu modern untuk zamannya”
Tidak dapat dimungkiri hijrah Rasulullah SAW ke Madinah membuka “lompatan kuantum” yang lain. Piagam Madinah menjadi produk sejarah yang menampilkan sistem demokrasi di tengah lembah Arab yang dinilai oleh Robert N. Bellah “terlalu modern untuk zamannya” (Beyond Belief, 1970). Terakhir―untuk menyebut beberapa peristiwa, penaklukan kota Mekah menunjukkan citra Islam yang penuh damai. Sebuah peristiwa yang diprediksi oleh pemimpin Quraish akan menjadi tragedi pertumpahan darah (yawm al-malḥamah). Ternyata, Nabi Muhammad mengembuskan angin kasih (yawm al-marḥamah) bagi penduduk Mekah.
1446 tahun berlalu, kondisi umat Islam tampak jauh berbeda. Tentu lima belas abad bukanlah waktu yang singkat. Pasang surut politik global mengakibatkan beralihnya pendulum peradaban Islam dari yang semula maju menjadi lemah. Bukan hanya dari segi infrastruktur yang lemah, suprastruktur menampilkan hal yang sama. Korupsi, intoleransi, ekstremisme, radikalisme, konflik sektarian merupakan persoalan yang mudah kita jumpai di negara-negara yang berpenduduk Muslim. Mengembalikan kondisi umat Islam seperti lima belas abad lalu tampak sangat sulit, akan tetapi bukan hal mustahil!
1446 merupakan angka yang tidak sedikit, Islam yang muncul di Arab dan tersebar hampir di sepertiga bumi membuktikan risalah kenabian tetap berlangsung mengikuti perubahan-perubahan waktu. Terlepas dari kondisi umat Islam yang masih berjuang untuk mengikuti sejarah Nabi, optimisme tetap harus ditanamkan menyambut tahun baru Hijriah ini seperti pelajaran ‘Umar bin Khattāb menjadikan Muharram sebagai awal tahun baru. Akhirnya, selamat tahun baru 1446 Hijriah untuk seluruh umat Islam.
Wallāhu a’lam.