Saya sudah mengenal nama Syekh Abdul Qadir al-Jilani (471-561 H) sejak kecil. Sebab, nama ini selalu “dikirimi” doa Al-Fatihah oleh kiai kampung setiap ia memimpin zikir tahlilan dalam berbagai acara. Tak ada wali populer yang melebihi SAQJ, termasuk sahabat Nabi. Popularitas SAQJ berada satu tingkat di bawah Nabi Muhammad saw. di kalangan kaum Muslim Asia Tenggara.
Karena itu, saya terdorong untuk mengenal lebih jauh nama yang diberi gelar Sulthanul Auliya’ ini. Saya baca buku Manaqib SAQJ dalam bahasa Jawa, Madura, Indonesia, dan Arab. Kadang saya ikut acara Manaqiban atau Dulkadiran yang populer di desa-desa dan kampung di Madura dan Jawa. Partisipasi ini menumbuhkan rasa “kultus” di hati. Saat itu “rasa cinta dan kekaguman” lebih mendominasi saya dibandingkan rasio.
Polemik Manaqib Syekh Abdul Qadir
Sekitar tahun 1980-an, saya menikmati polemik tentang Manaqib SAQJ antara Imran AM dan Kiai Choiron Husein di Majalah al-Muslimun (Bangil) dan Majalah AULA (Surabaya). Kemudian muncul buku pembela Manaqib SAQJ oleh Imran Aba terbitan Menara Kudus.
Latar belakang ini mendorong minat saya untuk meningkatkan bacaan dari manaqib (hagiografi) ke sejarah hidup (biografi) yang mengedepankan rasionalitas. Saat dapat kesempatan studi di Al-Azhar di akhir 1980-an, saya membaca sebagian besar kitab-kitab manaqib dan biografi SAQJ sekaligus karya-karya beliau di Perpustakaan Al-Azhar.
Modal sedikit pengetahuan tentang SAQJ inilah di antaranya yang mendorong saya untuk berkolaborasi dengan Prof. Syafiq A. Mughni dan Dr. Nyong Eka (aktivis Muhammadiyah) untuk melakukan penelitian kolaborasi internasional tentang “Tradisi Hormat SAQJ di Indonesia dan Turki”. Kegiatan penelitian inilah yang membuat kami bertemu sekaligus dialog dengan Prof. Dr. Syekh Muhammad Fadhil al-Jilani saat beliau berkunjung ke Indonesia dan kami harus mengunjungi Jailani Centre di Istanbul, Turki pada 9 Desember 2022. Di “kantor sederhana” ini kami berdiskusi berbagai hal terkait SAQJ dengan dua putra Syekh Fadhil: Syekh Abd Aziz dan Syekh… (lupa) yang menangani penerbitan karya-karya SAQJ yang sebagian besar masih berupa manuskrip yang ditahqiq oleh Syekh Fadhil.
Karya Syekh Abdul Qadir yang Hilang
Saat ini sudah ada 20-an judul karya SAQJ yang sudah diterbitkan oleh Jilani Centre ini. Karya monumental SAQJ yang raib selama 800 tahun dan ditemukan manuskripnya oleh Syekh Fadhil di Perpustakaan Vatikan adalah, ‘الفواتح الإلهية والمفاتيح الغيبية للكلم القرآنية والحكم الفرقانية’. Kemudian judul panjang ini diringkas menjadi ‘تفسير الجيلاني’ dalam 6 jilid oleh muhaqqiqnya, Syekh Muhammad Fadhil.
Untuk merealisasi sebagian temuan penelitian tersebut, saya mengkaji kitab: جلاء الخاطر karya SAQJ yang ditahqiq dan diberi pengantar oleh Syekh Muhammad Fadhl. Kami sudah menamatkannya di hadapan 25 santri Pesantren Mahasiswa An-Nur selama 2 semester (1 tahun). Saya harus menyampaikan terima kasih pada Mas Dr. Huda (Madiun) dan Kiai Syahbana (Jilani Centre Jakarta). Atas jasa merekalah saya mendapatkan 30 eks. kitab جلاء الخاطر tersebut dengan harga bersaing dan hampir semua SAQJ tahqiqan Syekh Fadhil.
Jadi, inilah yang menjadi asbab wurudnya saya mendapatkan IJAZAH SANAD Tarekat Qadiriyah sekaligus IJAZAH ILMIAH untuk menyebarkan gagasan, pemikiran, dan awrad melalui kitab-kitab SAQJ yang ditahqiq oleh Syekh Fadhil. Tapi saya tidak akan terbelenggu dengan produk tahqiq Syekh Fadhil, karya lain akan menjadi pertimbangan untuk membuat kesimpulan. Demikian, semoga semua bahagia, sehat, selamat, dan selalu menebar manfaat.
Pesma An-Nur, 16 Muharram 1446 H/22 Juli 2024 M
1 Comment