Munculnya tren atas suatu aktivitas ataupun perbuatan, merupakan suatu hal yang sulit diprediksi. Acap kali, akhir-akhir ini tren bermunculan dan berdampak positif atau negatif. Budaya konsumtif masyarakat juga turut andil dalam minimnya filterisasi pribadi atau sosial terkait tren yang silih berganti. Selain itu, fenomena FOMO (fear of missing out) juga menjadi salah satu pemicu tren yang menjamur dalam kalangan remaja hingga dewasa.
Momen lebaran tahun ini tidak luput dari tren baru yang banyak digemari oleh muda-mudi. Tren tarian THR sebagaimana yang bersliweran di media sosial, yaitu di mana beberapa sekelompok remaja menerima tunjangan hari raya dengan cara berbaris terlebih dahulu dan menari-nari. Tarian yang dilakukan disinyalir memiliki kemiripan dengan tarian agama Yahudi. Hal ini dapat dilihat pada video reels aplikasi Facebook. Tren ini bahkan telah dilansir oleh media berita seperti Tribun Medan dan NTB Satu.
Tasyabbuh, Apa Itu?
Tasyabbuh secara harfiah ialah menyerupai, tindakan menyerupai sesuatu atau seseorang. Begitu pula tasyabbuh secara definitif melalui pandangan Islam, ia tidak memiliki perbedaan yang signifikan dalam istilah maupun penggunaannya. Konsepsi ini bersumber dari sabda Rasulullah ﷺ yang menyampaikan dengan lugas, namun penuh dengan makna di dalamnya.
حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، حَدَّثَنَا أَبُو النَّضْرِ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ ثَابِتٍ، حَدَّثَنَا حَسَّانُ بْنُ عَطِيَّةَ، عَنْ أَبِي مُنِيبٍ الْجُرَشِيِّ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: «مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ»
‘Utsmān bin Abī Shaybah berbicara langsung kepada kami, Abū al-Naḍr berbicara langsung kepada kami, ‘Abd al-Raḥmān bin Thābit berbicara langsung kepada kami, Ḥassān bin ‘Aṭiyyah berbicara langsung kepada kami, dari Abī Munīb al-Jurashī, dari Ibn ‘Umar, ia berkata: Rasulullah ﷺ bersabda, “Barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk bagian dari mereka.”
Beliau, Nabi Muhammad ﷺ, secara eksplisit menyampaikan kalimat dengan netral. Netral dalam artian tidak berkonotasi negatif maupun positif. Mudahnya, sabda Nabi mencerminkan logika dasar manusia. Ketika seseorang berperilaku, berpakaian, dan berhias layaknya suatu golongan, maka ia akan dianggap sebagai bagian dari golongan tersebut, terutama oleh orang yang tidak mengenalnya secara pribadi. Umpamanya, seorang pria yang meniru gaya dan sikap perempuan akan cenderung disangka sebagai perempuan. Sebaliknya, seorang preman yang tampil dan bertutur laiknya seorang agamawan pun bisa dianggap demikian.
Hadis di atas menembus menuju ranah yurisprudensi Islam. Ia menjadi landasan hukum atas sikap menyerupai yang berfokus pada penyerupaan dengan orang kafir atau wanita. Sayyid Abdurrahman bin Rahman Ba ‘Alawi telah meringkas hukum ini sebagaimana berikut:
- Ketika seseorang berperilaku sebagaimana orang-orang kafir dengan sukarela dan berniat menyerupai, maka ia dihukumi kafir. Seperti meniru ibadah-ibadah murni mereka.
- Ketika seseorang berperilaku sebagaimana orang kafir dengan sukarela, tetapi tidak berniat menyerupai mereka dalam kekafirannya, maka ia berdosa. Seperti meniru pada saat hari-hari raya mereka dan semacamnya.
- Ketika seseorang berperilaku sebagaimana orang kafir tanpa niatan menyerupai, namun keserupaan terjadi secara tidak disengaja, maka tidak berdosa, namun makruh.
Bersikap Awas dan Waspada? Apakah Paranoid?
Pemaparan di atas sudah sangat cukup sebagai landasan seorang Muslim. Meskipun demikian, problematika selanjutnya yang harus ia hadapi adalah kondisi lapangan serta pengaplikasiannya pada tren-tren yang beredar. Penulis berasumsi kuat bahwa pengetahuan akan hukum landasan, baik itu fikih maupun hadis, tidaklah cukup. Seseorang harus mampu bersikap bijak dan mengidentifikasi serta memilah tren yang terjadi. Karena nyatanya, tak sedikit kegelisahan dan kebingungan muncul dari identifikasi yang meleset dan detail-detail kecil yang terlewatkan dalam penentuan suatu tren. Entah itu nanti dianggap tasyabbuh atau tidak.
Ambillah sebuah contoh: penggunaan atribut natal pada saat hari Natal umat Kristiani. Tak asing bagi masyarakat Indonesia, yang bercosplay sebagai Santa Claus atau meniru beberapa atributnya pada saat hari Natal. Padahal, tak sedikit dari mereka yang tercatat sebagai seorang Muslim. Menurut penulis, Natal dan perayaan sejenisnya merupakan bentuk syiar agama Kristen yang bertentangan dengan akidah Islam. Namun, pertimbangan-pertimbangan seperti tekanan pekerjaan, toleransi, dan semacamnya akan selalu menghampiri.
Contoh lain yang lebih ramah: perilaku tren joget THR sebagaimana