“Ya Lal Wathon Ya Lal Wathon Ya Lal Wathon
Hubbul Wathon minal Iman
Wala Takum minal Hirman
Inhadlu Ahlal Wathon”
Syair “Ya Lal Wathon” yang digubah oleh Kiai Abdul Wahab Hasbullah ini telah menjadi simbol nasionalisme bagi para santri di seluruh Indonesia. Pesannya begitu mendalam, mengajarkan bahwa cinta tanah air (hubbul wathon) adalah bagian dari iman, memotivasi perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Sejarah Peristiwa Pertempuran 10 November 1945
Pada 17 Agustus 1945, Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya setelah Jepang menyerah kepada Sekutu pada 15 Agustus 1945 akibat pengeboman Hiroshima dan Nagasaki oleh Amerika Serikat. Namun, setelah kekalahan Jepang, Indonesia justru menghadapi ancaman baru. Pada 25 Oktober 1945, Sekutu, yang membawa pasukan NICA (Netherlands Indies Civil Administration), tiba di Indonesia dengan tujuan merebut kembali kekuasaan di bekas wilayah jajahan Jepang.
Kedatangan Sekutu ini menjadi sumber kekhawatiran bagi Presiden Soekarno dan rakyat Surabaya. Soekarno, yang merasakan bahaya penjajahan kembali, mengirimkan utusan kepada Kiai Hasyim Asy’ari untuk meminta fatwa tentang hukum membela tanah air. Soekarno menginginkan dukungan dari para ulama dan santri untuk melawan penjajah, mengingat besarnya pengaruh Kiai Hasyim Asy’ari di kalangan pasukan PETA yang dipimpin oleh mayoritas ulama.
Kiai Hasyim Asy’ari segera mengadakan rapat dengan wakil-wakil cabang Nahdlatul Ulama (NU) dari seluruh Jawa dan Madura. Dalam pertemuan tersebut, mereka menghasilkan “Resolusi Jihad” yang mewajibkan umat Islam, terutama para santri, untuk berjihad mempertahankan tanah air dari ancaman penjajah. Resolusi ini menguatkan nasionalisme dan semangat juang kaum santri dalam mempertahankan kemerdekaan.
Pertempuran Berdarah di Surabaya
Pada 31 Oktober 1945, pimpinan NICA, Brigadir Jenderal Aubertin Walter Sothern Mallaby, tewas setelah terjadi baku tembak dengan pejuang Indonesia. Insiden ini memicu dimulainya perang besar antara Sekutu dan rakyat Indonesia. Pada 10 November 1945, Sekutu secara resmi menyatakan perang terhadap Indonesia. Santri dan masyarakat Surabaya, khususnya Arek-Arek Suroboyo, bersatu di bawah Laskar Hizbullah untuk mempertahankan kemerdekaan. Meskipun hanya bersenjatakan bambu runcing, semangat juang mereka tak tergoyahkan. Dengan dukungan pidato Bung Tomo, mereka melawan penjajah dengan semangat yang berkobar.
Pertempuran sengit ini berlangsung hingga sekitar dua minggu, dan pada 28 November 1945, Indonesia berhasil memukul mundur pasukan Inggris meskipun hanya dengan persenjataan tradisional. Keberhasilan ini mengukir peran penting santri dalam memperjuangkan kemerdekaan dan menegaskan bahwa cinta tanah air merupakan bagian dari iman. Oleh karena itu, Kiai Wahab Hasbullah terus mendorong jiwa nasionalisme di kalangan santri.
Konsep Nasionalisme dalam Islam
Syair “Ya Lal Wathon” di atas, yang dikarang oleh Kiai Abdul Wahab Hasbullah, mengajak seluruh santri agar selalu menanamkan jiwa nasionalisme dan memiliki semangat juang untuk mencintai bangsa ini. Kiai Abdul Wahab Hasbullah bersama Kiai Hasyim Asy’ari memiliki pengaruh besar dalam kemerdekaan Indonesia dan menentang penjajahan.
Konteks “Resolusi Jihad” yang dicetuskan oleh Kiai Hasyim Asy’ari adalah memperjuangkan kemerdekaan melawan kezaliman penjajah yang ingin merebut dan menguasai tanah rakyatnya. Dalam QS Al-Baqarah ayat 193 dinyatakan:
وَقٰتِلُوْهُمْ حَتّٰى لَا تَكُوْنَ فِتْنَةٌ وَّيَكُوْنَ الدِّيْنُ لِلّٰهِۗ فَاِنِ انْتَهَوْا فَلَا عُدْوَانَ اِلَّا عَلَى الظّٰلِمِيْن
Artinya: “Dan perangilah mereka itu sehingga tidak ada lagi fitnah dan sehingga ketaatan itu hanya untuk Allah semata. Jika mereka berhenti (melakukan fitnah), maka tidak ada lagi permusuhan, kecuali terhadap orang-orang zalim.”
Ayat tersebut menjelaskan bahwa diperbolehkan melakukan jihad jika itu diupayakan untuk menghilangkan fitnah, kezaliman, dan penganiayaan. Maka istilah Resolusi Jihad sendiri dilakukan untuk membela hak-hak yang terampas dan rakyat yang tertindas demi tercapainya stabilitas negara, agama, dan kesejahteraan sosial dan ekonomi. Maka peran santri dalam ikut serta pertempuran tersebut merupakan bagian dari hubbul wathon (cinta tanah air).
Dengan demikian, peran santri terhadap kemerdekaan sangat besar. Santri yang hidup di zaman modern harus berjuang, namun bukan dalam bentuk perang lagi, melainkan dengan tholabul ilmi (mencari ilmu) dan senantiasa mengenang para pahlawan, sebab pesan Soekarno adalah bahwa bangsa yang baik adalah bangsa yang menghargai dan menghormati jasa para pahlawannya. Peristiwa Pertempuran 10 November itu akhirnya ditetapkan sebagai hari nasional bangsa Indonesia dan diperingati setiap tahunnya.