Dalam Islam, pernikahan dianggap sebagai sunnah yang sangat dianjurkan, bahkan bisa berubah menjadi wajib bagi mereka yang memiliki kemampuan untuk melaksanakannya. Berbagai pendapat ulama telah menggarisbawahi pentingnya pernikahan yang tidak hanya sebagai pemenuhan kebutuhan biologis, namun juga sebagai penguatan keimanan dan praktik keagamaan.
Sebagaimana diulas dalam kitab Zawāj Bilā Nadam, menikah bukan hanya sebatas anjuran tetapi juga dapat menjadi kewajiban bagi yang mampu. Hal ini berdasarkan pada sabda Rasulullah SAW yang menyatakan: “Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian yang telah mampu menikah maka segeralah menikah. Dengan pernikahan itulah kalian akan lebih mudah menjaga pandangan mata dan farji (zina).” (HR. Bukhari dan Muslim)
Pernyataan ini menegaskan bahwa menikah dapat membantu seorang muslim menjaga diri dari perbuatan yang tidak terpuji dan memperkuat kemampuannya dalam menjalankan ibadah dengan lebih sempurna.
Sayyidina Umar bin Khattab memperingatkan tentang bahaya keengganan menikah dengan menyatakan bahwa orang yang tidak menikah biasanya terbentur pada alasan kesehatan (impoten) atau perilaku nakal—istilah yang digunakan untuk menggambarkan mereka yang hanya ingin memuaskan nafsu tanpa tanggung jawab.
Di sisi lain, Sayyidina Abdullah bin Abbas menyatakan, “Tidak akan pernah sempurna ibadahnya orang yang beribadah kecuali ibadahnya orang yang telah menikah.” Ini mengindikasikan bahwa pernikahan adalah puncak dari kehidupan beribadah seseorang, guna memperkuat hubungan spiritual mereka dengan Allah SWT.
Muadz bin Jabbal, seorang sahabat Nabi, memberikan contoh nyata urgensi menikah dalam Islam. Setelah kehilangan dua istrinya ketika wabah Ṭā’ūn di Syam, ia meminta untuk menikah lagi meski ia sendiri dalam keadaan sakit, karena ia tidak ingin menghadap Allah dalam keadaan tanpa pasangan. Kisah ini menekankan pentingnya memiliki pasangan hidup sebagai pendamping dan penyeimbang dalam kehidupan di dunia dan akhirat.
Islam memahami bahwa manusia tidak terpisah dari hawa nafsunya, namun agama ini memberikan solusi yang praktis dan mudah diikuti untuk membantu umatnya menjaga keimanan. Menikah bukan hanya mengenai pemenuhan hasrat, tetapi lebih kepada membangun keimanan yang kokoh kepada Allah. Hal ini sesuai dengan prinsip dasar keimanan yang pertama, yaitu syahadat—pengakuan bahwa Allah adalah Tuhan yang satu dan hanya kepada-Nya manusia harus mematuhi segala perintah dan larangan-Nya.
Dalam konteks ini, pernikahan bukan hanya upacara yang menyatukan dua insan, tetapi juga perjanjian suci yang menguatkan keimanan individu. Pendapat para ulama menunjukkan bahwa dengan menikah, seorang muslim tidak hanya menjaga dirinya dari kemungkinan kesalahan dan dosa tetapi juga melangkah lebih jauh dalam perjalanan spiritual mereka. Oleh karena itu, pernikahan dalam pandangan ulama tidak hanya dianjurkan tetapi sering kali diwajibkan, sebagai cara untuk mencapai kesempurnaan dalam ibadah dan kehidupan sehari-hari.
Wallahu A’lam.
1 Comment
M. Abidin
Alhamdulillah mendapat pengetahuan baru yang ilmiah tentang pernikahan.
Comments are closed.