Guru adalah sosok pahlawan tanpa tanda jasa, demikian adagium yang sering muncul ketika memperingati Hari Guru. Mungkin hanya di Negara ini sulit untuk mendefinisikan pahlawan bagi seorang guru. Pemberian gelar pahlawan bagi guru terdengar sangat mulia misalnya guru memegang peran penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. tugas guru tidak hanya menyampaikan ilmu pengetahuan, tetapi juga mendidik generasi muda menjadi penerus yang berkarakter dan berintegritas bagi bangsa dan masyarakat. Namun, sayangnya di balik tugasnya yang mulia, tidak sedikit guru malah mendapatkan tekanan dan hinaan dari orang tua, bahkan sampai berurusan dengan hukum akibat tindakan mereka dalam membimbing siswa.
Belakangan ini muncul fenomena atau sejumlah kasus menunjukkan bahwa guru-guru yang seharusnya melaksanakan perannya sebagai pendidik justru harus mendekam di penjara. Bagaimana hal ini bisa terjadi? Apa yang mendasari peristiwa-peristiwa ini, dan apa dampaknya terhadap dunia pendidikan di Indonesia?
Dalam sebuah media yang ramai diperbincangkan saat ini, Supriyani, seorang guru honorer di SDN 4 Baito, Konawe Selatan, dilaporkan oleh seorang ayah siswa yang merupakan anggota polisi dengan tuduhan penganiayaan terhadap anaknya pada 25 April 2024. Kasus ini bermula ketika seorang siswa SDN 4 Baito mengaku dipukul Supriyani hingga terluka. Beberapa upaya mediasi telah dilakukan oleh pihak pemerintah Konawe Selatan, tetapi tidak menemukan titik terang. Berdasarkan penyelidikan pada 24 April 2024, banyak saksi menyatakan bahwa luka siswa tersebut disebabkan karena terjatuh ke sawah, sementara Supriyani sedang berada di kelas lain untuk mengajar. (Sumber: KOMPAS.COM)
Pada 9 November 2024, Supriyani kembali ke SDN 4 Baito dan disambut hangat serta antusias oleh anak didiknya. Ia juga menerima banyak surat dari para siswa yang menunjukkan dukungan moral. “Sebanyak surat ini saya dapatkan dari anak-anak. Saya sangat senang, terharu, melihat antusiasme anak-anak. Tidak ada yang menyuruh, dari hati mereka masing-masing menulis untuk ibu gurunya yang disayang,” ungkap Supriyani. (Sumber: KOMPAS.COM)
Saat ini, semakin marak kasus guru yang dipenjara karena berusaha mendidik dan membimbing siswa agar menjadi pribadi yang lebih baik. Ketika mereka berjuang untuk menyampaikan ilmu pengetahuan, tidak jarang siswa berbuat hal yang merusak suasana kelas atau membuat suasana menjadi kurang kondusif. Dalam hal ini, guru berperan sebagai orang tua di sekolah yang bertugas menasihati siswa dan mengingatkan mereka terhadap kesalahan agar suasana kelas kembali kondusif.
Namun, pola pengasuhan orang tua zaman sekarang, khususnya orang tua milenial, cenderung lebih fokus pada diri sendiri dan sering kali lupa menanamkan nilai moral kepada anak. Ketika terjadi masalah pada anak, mereka cenderung bersikap temperamental dan selalu menyalahkan guru atas kesalahan yang dilakukan anak mereka.
Selain itu, tekanan yang dihadapi guru tidak hanya datang dari orang tua, tetapi juga dari sistem yang kurang mendukung. Guru, khususnya yang berstatus honorer, sering kali bekerja dengan penghasilan yang tidak layak meskipun beban kerja mereka sama beratnya dengan guru tetap. Situasi ini memperburuk kondisi psikologis dan fisik guru, sehingga mengurangi semangat mereka dalam menjalankan tugas. Tidak jarang, hal ini berujung pada konflik dengan siswa atau orang tua yang tidak puas dengan cara mereka mendidik.
Kasus seperti Supriyani di atas bukanlah yang pertama, dan kemungkinan besar bukan yang terakhir. Kasus ini mencerminkan kurangnya perlindungan terhadap guru dalam menjalankan tugas mereka. Idealnya, pemerintah harus segera memperbaiki kebijakan yang berhubungan dengan nasib guru, termasuk reformasi sistem hukum yang memberikan perlindungan kepada mereka. Sistem ini harus adil dan memastikan guru tidak menjadi korban tuntutan hukum yang tidak berdasar.
Selain itu, masyarakat juga perlu dilibatkan dalam mendukung keberlangsungan pendidikan. Orang tua seharusnya melihat guru sebagai mitra dalam mendidik anak, bukan sebagai pihak yang selalu disalahkan ketika terjadi masalah. Edukasi tentang pentingnya kolaborasi antara guru dan orang tua dapat menjadi solusi untuk membangun kepercayaan yang lebih baik.
Pemerintah juga perlu memberikan perhatian lebih pada kesejahteraan guru, khususnya guru honorer. Dengan meningkatkan kualitas hidup mereka, guru akan memiliki semangat dan motivasi yang lebih besar untuk menjalankan tugas mulia mereka. Kesejahteraan yang memadai juga dapat membantu mencegah konflik yang sering kali terjadi akibat ketimpangan perlakuan terhadap guru honorer dan tetap.
Diperlukan kerja sama dari berbagai pihak untuk memastikan guru dapat melaksanakan tugas mulia mereka tanpa rasa terancam atau tertekan. Guru adalah pilar utama pendidikan. Tanpa mereka, masa depan bangsa akan terancam. Melindungi guru berarti melindungi masa depan bangsa. Untuk itu, kedepannya adagium guru adalah pahlawan tanpa jasa perlu diubah menjadi guru adalah pahlawan nasional bersama dengan pahlawan kemerdekaan republik ini.