Mengapa anak muda enggan mengenakan batik? Pertanyaan seperti ini perlu muncul setiap peringatan Hari Batik Nasional. Memang terkesan musiman, tetapi paling tidak rasa kepedulian terhadap kebudayaan nenek moyang tidak terkubur hidup-hidup di tengah tren budaya impor yang banyak digemari.
Sejak tahun 2009, 2 Oktober ditetapkan sebagai Peringatan Hari Batik Nasional oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia (KEPPRES RI) Nomor 33 Tahun 2009, tertanggal 17 November 2009. Hari Batik ini berkaitan dengan diakuinya batik sebagai warisan budaya tak benda dari Indonesia oleh UNESCO.
Pengakuan internasional terhadap batik sebagai budaya Indonesia tidak berbanding lurus dengan kesadaran masyarakat Indonesia terhadap budaya sendiri, terlebih bagi generasi muda. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya persepsi yang salah terhadap batik. Batik sering kali diidentikkan dengan pakaian orang tua atau pakaian untuk acara formal, atau yang dibahasakan oleh Gita Pratama, Ketua Umum YBI, bahwa “batik masih kerap dipandang sebagai busana formal.” Padahal, batik bisa dimodifikasi menjadi berbagai model pakaian yang modern dan kekinian.
Selain itu, kurangnya edukasi menyebabkan banyak anak muda yang tidak memahami sejarah dan makna filosofis yang terkandung dalam setiap motif batik. Akibatnya, mereka kurang menghargai nilai seni dan budaya yang terkandung di dalamnya.
Pada esensinya, batik memiliki potensi yang sangat besar untuk menjadi identitas fashion bangsa. Dengan memadukan nilai-nilai tradisional dengan sentuhan modern, batik dapat menjadi pilihan busana yang menarik bagi generasi muda. Banyak desainer muda yang telah membuktikan bahwa batik tidak hanya bisa dipakai untuk acara formal, tetapi juga bisa menjadi pakaian sehari-hari yang stylish dan kekinian.
Sejarah dan Perkembangan Batik
Secara historis, dahulu batik itu memang khusus diperuntukkan bagi keluarga kerajaan, terutama para wanita, karena menggambarkan makna yang elegan dan anggun. Seiring berjalannya waktu, semua sudah bebas untuk mengenakan batik, mulai dari kalangan bawah hingga kalangan atas.
Di tengah gemerlapnya tren fashion global yang kian cepat berganti, batik, warisan budaya Indonesia yang kaya akan makna dan keindahan, seolah terpinggirkan, terutama di kalangan generasi muda. Dulu, batik dianggap sebagai pakaian eksklusif yang hanya layak dikenakan oleh kalangan istana dan bangsawan. Simbol keanggunan dan status sosial yang tinggi melekat erat pada setiap helai kain batik.
Sayangnya, di tengah keterbukaan akses terhadap batik ini, minat generasi muda terhadap pakaian tradisional tersebut justru cenderung menurun. Fashion statement yang unik dan berkelas adalah cara seseorang mengekspresikan diri melalui pakaian dan aksesori yang tidak hanya menarik perhatian, tetapi juga mencerminkan kepribadian, gaya, dan selera estetika yang tinggi. Ini bukan sekadar mengikuti tren, melainkan menciptakan gaya pribadi yang membedakan diri dari yang lain. Camkan!