Sebuah gebrakan baru serta maklumat terbuka, Pesantren Mahasiswa An-Nur Surabaya membuka pengajian umum bagi seluruh santri. Pengajian umum yang senantiasa ditunggu oleh santri. Bagaikan infus yang memberi asupan secara intens, pengajian umum dengan kiai adalah bentuk nyata komunikasi keilmuan antar guru dan murid. Adapun kitab yang akan dikaji adalah al-Jami’ al-Shahih al-Musnad al-Mukhtasar min Umuri Rasulillah Shallallahu alaihi wa Sallam wa Sunanihi wa Ayyamihi atau yang dikenal dengan Shahih Bukhari.
Kitab ini dikarang oleh Imam Bukhari. beliau bernama lengkap Abu Abdullah Muhammad bin Abul Hasan Ismail bin Ibrahim bin Mughirah bin Bardizbah al-Ju’fi. Kakek buyutnya, Bardizbah adalah seorang penganut agama Majusi. Garis keislaman muncul pada putranya, Mughirah, ia masuk Islam pada saat kekuasaan Yama>n al-Bukhari, penguasa desa Bukhara kala itu. (Khatib Al-Baghdadi, 2022: 322) Asal muasal julukan Bukhari padanya disebabkan penisbatan nama Bukhari milik Yama>n, penguasa Bukhara pada Imam Bukhari. Hal ini dilakukan karena Yama>n adalah orang pertama yang mampu membuat garis keislaman dalam nasabnya Imam Bukhari, atau dikenal kewalian agama. (Nizar bin Abdul Karim dan Al-Bukhari, 1989: 23)
Imam Bukhari dilahirkan pada hari Jumat pasca salatnya, tanggal 13 Syawwal pada tahun 194 H di desa Bukhara. (Abu al-Fadl Ahmad Al-Asqalani, 1988: 395) Sedangkan menurut versi lain ialah tanggal 12 Syawwal. (Abu Ya’la Al-Khalili, 1988: 959) Al-Bukhari tumbuh menjadi seorang yatim, dan diasuh oleh ibunya. Ia berpostur kurus dan bertinggi badan sedang. Pada masa kecilnya, beliau kehilangan penglihatannya hingga pada suatu saat beliau disembuhkan sebab doa ibunya yang kuat melalui mimpi ibunya dengan bertemu Nabi Ibrahim as. (Muhammad Al-Nuristani, 1: 18)
Banyak akhlak mulia yang dicontohkan Imam Bukhari. Pada suatu ketika beliau melaksanakan salat dzuhur setelah diundang di taman sahabatnya, lalu beliau melanjutkan dengan salat sunnah dalam jangka waktu yang sangat lama. Manakala, beliau telah selesai dan mengangkat sebagian gamisnya dan berkata pada orang sekitar, “Wahai, lihatlah dibawah gamisku ini, apakah ada sesuatu?” maka terlihatlah tawon-tawon yang menyengat sebanyak 17 bagian badan beliau. Sontak, hal tersebut membuat sebagian orang bertanya pada Imam Bukhari, “Mengapa engkau tidak membatalkan salat anda?” Beliau menjawab, “Saya sedang membaca surat, dan saya ingin sekali untuk menyelesaikannya!” (Al-Nuristani, 1: 22)
Guru-Guru al-Bukhari
Imam Bukhari diriwayatkan telah berguru pada kurang lebih 1.000 guru dan dari tiap-tiap guru, menulis 10.000 hadis. Keseluruhan hadis tersebut beliau hafalkan beserta sanadnya. Perjalanan dalam pencarian ilmunya telah menyebar hingga Hijaz, Syam, Mesir, Basrah, Kufah, Baghdad, dan Khurasan. (Al-Nuristani, 1: 42) Mulanya, beliau menetap di Bukhara untuk belajar hingga berumur 15 tahun. Kemudian beranjak berkelana pada umur 16 tahun.
Guru-gurunya tersebar sesuai daerah yang ia kunjungi. Diantaranya adalah Abul Walid Ahmad bin Muhammad al-Arzaqi dari Makkah, Ibrahim bin al-Mundzie dari Madinah, Muhammad bin Yusuf al-Faryabi dari Syam, Muhammad bin Salam dari Bukhara, Ali bin Hasan bin Syaqiq dari Merv, Makki bin Ibrahim dari kota Balkh, Muhammad bin Isa dari Baghdad, Abu Ashim al-Nabil dari Basrah dan Ubaidillah bin Musa dari Kufah. (Al-Hamdani: 67) Semua nama di atas hanya sebagian kecil dari total guru Imam Bukhari.
Murid-Murid al-Bukhari
Dapat dikatakan, untuk menghitung dan membatasi secara pasti jumlah muridnya adalah hal yang mustahil. Tercatat bahwa ada sekitar 90 ribu orang yang meriwayatkan darinya. Pada saat berada di Basrah, majlisnya dihadiri oleh sekitar 20 ribu orang mengerumuninya. (Yusuf Al-Mizzi, 1980: 452) Beberapa murid-muridnya yang mashyur ialah Imam Muslim, Imam Nasa’i, Abu Hatim, Abu Zar’ah, Ibrahim bin Ishaq al-Harbi, Shalih bin Muhammad Jazrah, Abu Bakar Khuzaimah dan Yahya bin Muhammad bin Shaida.
Di samping karya monumentalnya berupa Shahih Bukhari, Imam Bukhari masih memiliki segudang karya yang lain, baik tercetak atau tidak. Produktivitasnya dimulai sejak masa remajanya, yaitu 18 tahun. Beliau mengarang kitab Qadhaya al-Ṣaḥābah wa al-Tābi‘īn pada masa itu. Akumulasi karangannya berjumlah sekitar 23 karya. Beberapa di antaranya adalah Tārīkh al-Kabīr, Tārīkh al-Awsaṭ, Tārīkh al-Ṣaghīr, al-Asmā’ wa al-Kunā, al-Adab al-Mufrad, kitab Khalq Af‘āl al-‘Ibād, al-Jāmi‘ al-Kabīr, al-Musnad al-Kabīr, dan kitab mengenai tafsir berjudul Tafsīr al-Kabīr.
Posisinya di Kalangan Ulama
Imam Bukhari berakidah dengan haluan Ahlussunnah wal Jamaah. Beliau sangat membenci dan mengecam para ahli bid’ah. Beliau diriwayatkan hanya akan menulis hadis dan menerima dari orang yang meyakini bahwa iman itu dengan ucapan dan perbuatan. Ketika seseorang meyakini iman cukup dengan ucapan, maka akan ia tinggalkan. (Abul Qasim Hibatullah Al-Lalika’i, 2003: 959)
Dalam masa hidupnya, persengketaan mengenai sifat makhluk pada Al-Quran adalah suatu yang tren. Imam Bukhari memantapkan bahwa perlu adanya perincian mengenai masalah ini supaya tidak terjadi salah paham diantara khalayak ramai. Beliau menyatakan, jika ucapan, suara dan tulisan yang diucapkan oleh manusia, maka hal tersebut adalah makhluk. Sedangkan hakikat Al-Qur’an yang disampaikan oleh Jibril as. pada Nabi Muhammad Saw. maka itu bukan sama sekali makhluk. (Al-Nuristani, 1: 71)
Bukti untuk mengkategorikan Imam Bukhari sebagai seorang yang sangat alim dan ulama besar sangatlah banyak. Mayoritas orang yang pernah menemui dan ditemuinya akan memujinya tanpa ragu. Seorang ulama di Basrah, Musa bin Ha>run berkata, “Menurut saya, seandainya umat Islam berkumpul dan bekerjasama untuk mendatangkan rival yang sepadan dengan Imam Bukhari, niscaya mereka akan gagal.” Ali al-Madini, salah satu pencetus ilmu illat hadis Ketika berbicara di dekat Imam Bukhari, maka ia akan sedikit berpaling, karena segan pada beliau.
Yahya bin Ja’far menyatakan, “Seandainya aku bisa menambahkan umurnya Muhammad bin Ismail (Imam Bukhari) maka akan kulakukan. Sesungguhnya wafatku hanyalah wafatnya seorang lelaki biasa, sedangkan wafatnya adalah perginya keilmuan yang mahal.” Hal ini banyak diharapkan oleh para ulama-ulama lain, bukan hanya Yahya.
Al-Nawawi memujinya dan berkata, “Tingginya posisi beliau (Imam Bukhari) dalam keilmuan merupakan suatu hal yang disepakati di kalangan rekan sejawatnya dan merupakan fakta yang tak lekang oleh zaman. Cukuplah menjadi bukti kepiawaiannya adanya pujian dan sejarah hidupnya yang selalu disebarluaskan oleh guru-gurunya yang sangat alim.” (Al-Hamdani dan Al-Bukhari: 99)
Beliau wafat pada malam Sabtu bertepatan dengan hari raya Idul Fitri, ketika salat Isya. Kemudian dikebumikan pada esoknya pasca salat dzuhur, tahun 256 H di desa Kharnatak, salah satu desa di Samarkand. Beliau hidup selama 62 tahun di dunia dan kekal di akhirat. Wallahu a’lam bisshawab.
Ilustrator: Tazkiyah
Daftar Pustaka
Abul Qasim Hibatullah Al-Lalika’i, Sharh Ushul I’tiqad Ahli al-Sunnah Wa al-Jama’ah, 8th ed., vol. 5 (Arab Saudi: Dar Thayyibah, 2003).
Abu al-Fadl Ahmad Al-Asqalani, Taghliq Al-Ta’liq Ala Shahih al-Bukhari, 1st ed., vol. 5 (Beirut: Al-Maktab al-Islami, 1988).
Abu Ya’la Al-Khalili, Al-Irsyad fi Ma’rifat Ulama al-Hadith, 1st ed., vol. 3 (Riyadh: Maktabah al-Rusyd, 1988).
Ahmad Khatib Al-Baghdadi, Tarikh Baghdad, 1st ed., vol. 2 (Beirut: Dar al-Gharb al-Islami, 2002).
Al-Hamdani, Al-Imam al-Bukhari: Faqih al-Muhaddithin wa Muhaddith al-Fuqaha.
Al-Nuristani, Al-Madkhal ila Shahih al-Imam al-Bukhari.
Muhammad Al-Nuristani, Al-Madkhal ila Shahih al-Imam al-Bukhari, 1st ed., vol. 1 (Maktabah Itqan, n.d.).
Nizar bin Abdul Karim Al-Hamdani, Al-Imam al-Bukhari: Faqih al-Muhaddithin wa Muhaddith al-Fuqaha, 1st ed. (Baghdad: Dar al-Anbar, 1989).
Yusuf Al-Mizzi, Tahdzib al-Kamal fi Asma’ al-Rijal, 1st ed., vol. 24 (Beirut: Muassisah al-Risalah, 1980).