“Selamat Ulang Tahun ke-79 Republik Indonesia! Dirgahayu Kemerdekaan Indonesia! Nusantara Baru Indonesia Maju” demikianlah tema hari kemerdekaan Republik Indonesia ke 79. Hari kemerdekaan Indonesia merupakan suatu hal yang sakral, karena diperoleh dari proses yang tidak mulus, penuh liku bahkan tajam. Karena itu, kita patut memperingati hari kemerdekaan tersebut dengan penuh perenungan sebagai generasi penerus untuk mewujudkan Indonesia yang maju dan sejahtera seperti yang dicita-citakan oleh pendiri bangsa ini.
Momen kemerdekaan ini menjadi hari pembuktian komitmen generasi penerus bangsa setelah terpolarisasi akibat kontestasi politik dalam bentuk pemilihan presiden. Sebagaimana masa-masa kontestasi politik pada umumnya, limimasa kita bahkan diskusi tongkrongan warung kopi dihiasi dengan sentiment negatif antar pendukung calon presiden terterru yang terkadang berkembangan menjadi depat kusir. Hoax, penggiringan opini, pertikaian antara pendukung, ketidak-netralan aparatur sipil negara merupakan fakta negatif-empiric yang terjadi sepanjang penggelaran kontestasi politik di Negeri ini.
Selain problem yang bernuansa politis selama masa kontestasi tersebut, negeri kita juga mengalami konflik bernuansa kesukuan, etno-religius, serta konflik agraris yang tak kunjung reda. Praktik korupsi yang telah menjadi penyakit kronis di seluruh institusi negara dari semua lapisannya menjadi problem yang memprihatinkan, ditambahkan lagi perilaku culas para pejabat negara dan penegakkan hukum mengubah citra negara ini tambah buruk.
Terlihat bahwa perjuangan bangsa ini tidak selasai setelah Bung Karno dan Bung Hatta membacakan teks proklamasi kemerdekaaan Indonesia di tahun 1945. Perlawanan bangsa masih berlanjut hingga kini, dengan berbagai polemik yang perlu “diusir” layaknya penjajah. Mengutip ungkapan bung Karno
perjuangku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.
-Bung Karno
Ungkapan tersebut tampak selalu relevan untuk menggambarkan perjuangan Bangsa Indonesia menghadapi seluruh problem yang dihadapi saat ini
Hakikat Perjuangan
Perjuangan yang dikatakan bung karto tidak berarti hanya sebagi aksi mengangkat senjata. Perang sebagai salah satu perjuangan rakyat dan cara meraih kemerdekaan bangsa, merupakan suatu aksi dinamis dan silih berganti sesuai ruang dan waktu. Peperangan kini, menjelma menjadi perlawanan kebodohan serta kemiskinan, demikian pula bentuk-bentuk perang lainnya. Berbicara soal peperangan, dalam benak saya tergambar pada suatu maqalah yang disandarkan pada Rasulullah Saw. tatkala beliau selesai dari perang Tabuk, berikut redaksinya:
رجعنا من الجهاد الأصغر إلى الجهاد الأكبر
“Kita kembali dari jihad kecil menuju jihad yang besar”
Dikisahkan, bahwa yang dimaksud jihad “besar” disini adalah jihad melawan hawa nafsu pada diri manusia. Dari maqalah diatas, pesan yang didapatkan adalah Nabi Muhammad Saw. memperingati dan menyemangati para sahabat akan belum usainya peperangan di dunia ini. Perang yang tidak sebatas strategi pedang dan tameng, panah dan angin, namun juga strategi bersikap dan berakhlaq.
Perhatian besar beliau pada jihad melawan hawa nafsu tercerminkan darinya ketika berekspresi. Kondisi perang Tabuk yang penuh huru-hara dan kegelisahan umpama tidak sebanding menurut beliau dengan wanti-wantinya pada saat itu juga, yakni jihad akbar yang bersifat masif dan besar, serta perlu diperhatikan khusus oleh setiap umatnya. Patutlah demikian, karena dalam tinjauan tasawuf, melawan hawa nafsu merupakan komponen terbesar dalam diri kehidupan seorang hamba. Perlawanan yang berlangsung selama seumur hidup dengan musuh yang samar.
Disisi lain, perang “kecil” yang dimaksudkan Nabi Muhammad Saw. perang fisik melawan eksternal diri manusia. Perang ini bisa berupa sebagai banyak macam, namun pada umumnya adalah peperangan dengan makhluk hidup lainnya. Perang yang mampu disebabkan oleh pengaruh baik maupun buruk, seperti politik, ekonomi, budaya dan lain-lain.
Kedaulatan melalui Jihad Masif
Lantas apa keterkaitan ungkapan di atas dengan ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia ini? pesan yang Rasulullah Saw. sampaikan merupakan sesuatu yang sudah diramal―hal gaib yang pasti terjadinya di masa depan. Ungkapan tersebut tidak hanya memperingati dan menegur para sahabat Nabi, namun juga kita, sebagai pengikutnya. Di dalam konteks berbangsa dan bernegara, pesan nabi ini mengalami elaborasi dengan menyesuaikan kontur dan objek yang lebih luas.
Jihad “kecil” yang beliau sabdakan merujuk pada perlawanan bangsa Indonesia melawan penjajah, musuh yang nyata bagi seluruh Nusantara pada saat itu, perbedaan yang mencolok dari ras, suku dan etnis membentuk rasa kebangsaan tersendiri bagi pribumi, melawan satu musuh yang sama, segerombolan momok eksternal dan asing bagi anak negeri.
Masih dalam latar belakang yang sama, jihad akbar yang agung meresap pada diri setiap publik umum, sebagai subjek perlawanan, dengan waktu yang bergeser tidak jauh dari perjuangan sebelumnya. Namun, jihad kali ini berkonfrontasi dengan objek yang berbeda, unik, pelik dan rumit. Tak lain dan tak bukan, perlawanan kali ini adalah dengan internal diri bangsa ini.
Tidak dapat dipungkiri, sejak dahulu kala hingga kini banyak aksi dan reaksi kotor yang dapat memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa, menurunkan integritas serta merusak citra moral negeri. Korupsi merajalela, kolusi subur tumbuh serta nepotisme yang menjamur merupakan judul abadi bagi kolom berita serta santapan rutin bagi pembacanya. Selain itu, kita sebagai penerus bangsa perlu merenungi kritik Mochtar Lubis yang menilai bahwa rakyat Indonesia merupakan masyarakat hipokrit, enggan bertanggungjawab, bersikap feodal, artistic dan watak yang lemah. steorotip ini nampaknya terlestarikan hingga kini.
Ini adalah bukti bahwa terbebasnya bangsa Indonesia dari penjajah serta pengukuhan kedaulatan negara dengan adanya proklamasi hanyalah babak baru dalam perjuangan Indonesia. Kini, di ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-79, mari kita bersama-sama memperhatikan pesan Ir. Soekarno, membenahi negeri dan merestorasi bangsa. Marilah merekonstruksi semangat berjuang melawan musuh internal sebagaimana melawan para penjajah, marilah berjihad melawan nafsu diri Indonesia ini dengan gairah melawan penjajah.